PENDIDIKAN MENURUT
KI HAJAR DEWANTARA
MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH : KONSEP DASAR PAUD
DOSEN PENGAMPU : RISTA
DWI PERMATA, S.Pd, M.Pd
Disusun Oleh :
1. MIRZA ANDRIYANI SAPUTRI (1118210001)
2. Akhsanti
Mardliyatul Ulya (1118210017)
3. Dewi Khofifah (1118210018)
4. Umi Ulfatin (1118210019)
UNIVERSITAS
PGRI RONGGOLAWE
Jl.
MANUNGGAL NO. 61
Kec. Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur
Tahun 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penyusun Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membatu kami
dalam penyusunan makalah ini mengenai “MAKALAH PENDIDIKAN MENURUT KI HAJAR
DEWANTARA”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penyusun menyadari
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari posisi yang sempurna oleh karena
itu penyusun menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
ke posisi sempurna. Akhir kata penyusun ucapkan trimakasih.
Tuban,
26 November 2021
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
A. RIWAYAT HIDUP KI HAJAR
DEWANTARA
B. PANDANGAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP PAUD
C. NILAI PENDIDIKAN BERDASARKAN PANDANGAN KI HAJAR
DEWANTARA
D. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI PAUD BERDASARKAN
PANDANGAN HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting
dalam kehidupan karena pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan
manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk
“memanusiakan” manusia.
Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
“sempurna” sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Pendidikan
dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, asalnya tidak
baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya nilai pendidikan bagi manusia, maka
keharusan untuk mendapatkannya pun adalah suatu keharusan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Riwayat hidup Ki Hajar Dewantara
2.
Pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap PAUD
3.
Nilai Pendidikan berdasarkan pandangan Ki Hajar
Dewantara
4.
Pelaksanaan pembelajaran di PAUD berdasarkan
pandangan hidup
C.
TUJUAN PERUMUSAN MASALAH
1.
Mengetahui Riwayat hidup tentang Ki Hajar Dewantara
2.
Mengetahui pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap
PAUD
3.
Memahami Nilai-nilai Pendidikan berdasarkan
pandangan Ki Hajar Dewantara
4.
Mengetahui pelaksanaan pembelajaran di PAUD
berdasarkan pandangan hidup
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA
Biografi Ki Hajar Dewantara dari pendidikan
Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas (R.M.)
Suwardi Suryaningrat. Beliau lahir pada Kamis Legi, 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara berasal dari keluarga bangsawan Puro Pakualaman Yogyakarta.
Ayahnya adalah Kanjeng Pangeran Ario (K.P.A.) Suryaningrat dan Ibunya bernama
Raden Ayu (R.A.) Sandiah. K.P.A. Suryaningrat sendiri merupakan anak dari Paku
Alam III. Julukan Ki Hajar Dewantara saat masih kecil adalah Denmas Jemblung
(buncit) karena saat bayi perutnya buncit.
Menjadi keluarga bangsawan, membuatnya mendapat
pendidikan yang berkecukupan. Ki Hajar Dewantara bersekolah di Europeesche
Lagere School (ELS), sekolah dasar milik Belanda di kampung Bintaran
Yogyakarta. Lulus dari ELS Suwardi Suryaningrat masuk ke Kweekschool, sebuah
sekolah guru di Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara pun mendapat tawaran beasiswa sekolah
kedokteran. Tepatnya di sekolah dokter Jawa di Jakarta bernama STOVIA (School
Fit Opleiding Van Indische Artsen). Sayangnya 4 bulan kemudian beasiswanya
dicabut karena kesehatan Ki Hajar kurang baik. Beberapa hari sebelum
pencabutan, dampratan dari Direktur STOVIA juga ia dapatkan. Hal ini disebabkan
karena Ki Hajar Dewantara dianggap membangkitkan radikalisme terhadap
Pemerintahan Hindia Belanda. Radikalisme ini konon disebarkan melalui sajak
yang ia bawakan di sebuah pertemuan.
Biografi Ki Hajar Dewantara dari dunia jurnalistiknya
Lepas dari STOVIA Ki Hajar Dewantara mendapat Surat
Keterangan Istimewa atas kemahirannya berbahasa Belanda. Ki Hajar juga menjadi
jurnalis di Surat Kabar Bahasa Jawa “Sedyotomo”, kemudian Surat Kabar Bahasa
Belanda “Midden Java di Yogyakarta, dan “De Express” di Bandung.
Berkat tulisan-tulisannya yang bagus, pada 1912 ia
diminta mengasuh Harian “De Express” Bandung oleh Dr. E.F.E. Douwes Dekker.
Tulisan pertamanya berjudul “Kemerdekaan Indonesia”. Bahkan ia pun menjadi
Anggota Redaksi Harian “Kaoem Muda” Bandung, “Oetoesan Hindia” Surabaya,
“Tjahaja Timoer” Malang. Begitu juga pada tahun 1912, Ki Hajar Dewantara
menerima tawaran dari HOS.
Puncak karir Suwardi Suryaningrat dalam jurnalistik
adalah saat menulis Als ik eens Nederlander was pada Buletin Bumi. Buletin ini
dicetak 5.000 eksemplar dan menjadi terkenal di kalangan masyarakat. Hal ini
disebabkan karena tulis-tulisan yang berupa kritikan tersebut dinilai sangat
pedas. Hingga akhirnya Ki Hajar Dewantara, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Dr.
E.F.E. Douwes Dekker ditangkap lalu dipenjara.
Dunia jurnalistik yang ditekuni Suwardi Suryaningrat
membuat pergaulannya lebih luas pandangan politiknya juga lebih berkembang. Ia
dapat mengutarakan pemikiran dan persoalan bangsanya melalui ulisan-tulisan di
berbagai surat kabar, majalah, dan brosur dan memberi penerangan pada bangsanya
yang sedang dirundung kegelapan.
Biografi Ki Hajar Dewantara dari Kiprah Dunia Pendidikan
Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk
mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli
1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Taman siswa.
Sekolah pertama yang didirikan adalah taman indria (taman
kanak-kanak) dan kursus guru, kemudian diikuti taman muda (SD), dan taman
dewasa (SMP merangkap taman guru). Setelah itu, diikuti pendirian taman madya
(SMA), taman guru (SPG), prasarjana, dan sarjana wiyata. Dalam waktu 8 tahun,
Perguruan Tamansiswa telah hadir di 52 tempat.
Ada
empat strategi pendidikan Ki Hadjar Dewantara:
- Pertama: pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa
agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri.
- Kedua: membentuk watak siswa agar berjiwa nasional, namun
tetap membuka diri terhadap perkembangan internasional.
- Ketiga: membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor.
- Keempat: mendidik berarti mengembangkan potensi atau bakat
yang menjadi Korat Alamnya masing-masing siswa.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hadjar Dewantara
diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia. Beliau adalah Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar
doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada.
Semboyannya yang terkenal hingga saat ini adalah Ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang artinya di depan
memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.
Jejak-jejak peninggalan Ki Hajar Dewantara terpampang rapi di
Museum Dewantara Kirti Griya yang berlokasi di Jalan Taman Siswa Yogyakarta.
Museum yang diresmikan Nyi Hadjar pada 2 Mei 1970 diberi nama sesuai fungsinya
semula. Kirti berarti kerja dan griya bermakna rumah. Bangunan ini dulu
merupakan tempat tinggal Ki Hajar Dewantara bersama keluarga.
B.
PANDANGAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP PAUD
Sesuai dengan pengertian pendidikan anak
usia dini yang tercantum dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 Butir 14 yang menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh
pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan masa
peka atau masa penting bagi kehidupan anak, dimana pada masa tersebut masa
terbukanya jiwa anak sehingga segala pengalaman yang diterima anak pada masa
usia di bawah tujuh tahun akan menjadi dasar jiwa yang menetap, sehingga
pentingnya pendidikan di dalam masa peka bertujuan menambah isi jiwa bukan
merubah dasar jiwa. Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa
pendidikan yang diselenggarakan untuk anak usia dini adalah pendidikan yang
membebaskan selama tidak ada bahaya yang mengancam.
Dipengaruhi pemikiran Frobel yang
memberikan kebebasan pada anak yang diatur secara tertib dan pemikiran
Montessori yang membebaskan anak-anak seakanakan secara tak terbatas, maka Ki
Hajar Dewantara merumuskan sebuah semboyan “Tut Wuri Handaayani” yakni memberi
kebebasan yang luas selama tidak ada bahaya yang mengancam kanak-kanak. Inilah
sikap yang terkenal dalam hidup kebudayaan bangsa kita sebagai system “Among”.
Pendidikan anak usia dini berdasarkan
pemikiran Ki Hajar Dewantara didasarkan pada pola pengasuhan yang berasal dari
kata “Asuh” artinya memimpin, mengelola, membimbing. Perilaku dapat
mempengaruhi individu dan sebaliknya individu tersebut dapat mempengaruhi lingkungan,
lingkungan mempengaruhi seseorang dan seterusnya. Oleh sebab itu, keteladanan
mutlak dibutuhkan oleh anak-anak, Ki Hajar Dewantara menyebutnya Ing Ngarsa
Sung Tulada, dimana guru harus menjadi teladan untuk anak didiknya.
Dukungan yang diberikan dapat berupa
motivasi dan penyediaan media belajar. Dalam sistem among, hal ini disebut
sebagai “Ing Madya Mangun Karsa”. Jadi, kebebasan yang diberikan pada anak usia
dini sesungguhnya memerlukan bimbingan yang bersifat keteladanan sebagai bentuk
perwujudan kepemimpinan orang dewasa dan membutuhkan dorongan atau motivasi
orang dewasa kepada anak dalam menjalani proses hidupnya secara alami yaitu
ketika anak bermain atau kegiatan-kegiatan yang diminati anak.
Proses pembelajaran yang dilakukan Ki
Hajar Dewantara kepada anak usia dini dilakukan dengan pendekatan budaya yang
ada dilingkungan anak-anak. Menurutnya untuk menyempurnakan perkembangan budi
pekerti anak-anak jangan dilupakan dasar “Bhineka Tunggal Ika” yaitu
mementingkan segala unsur-unsur kebudayaan yang baik-baik dimasing-masing
daerah kanak-kanak sendiri, dengan maksud pada tingkatan-tingkatan yang lebih
tinggi melaksanakan “Konvergensi” seperlunya, menuju kearah persatuan
kebudayaan Indonesia secara evolusi.
Pendekatan budaya yang digunakan Ki Hajar
Dewantara dalam pendidikan anak usia dini adalah dengan melalui permainan,
nyanyian, dongeng, olaraga, sandiwara, bahasa, seni, agama dan lingkungan alam.
Proses pembelajaran pada anak usia dini
menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara berlangsung secara alamiah dan
membebaskan. Namun dalam kebebasannya tersebut terdapat tuntunan dan bimbingan
dari pendidik kepada anak yang bersumber pada kebudayaan lingkungan anak,
dimana nilai budi pekerti, nilai seni, nilai budaya, kecerdasan, ketrampilan
dan agama yang menjadi kekuatan diri anak untuk tumbuh berkembang melalui panca
inderanya. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan seharihari yang
mengelilingi kehidupan si anak seperti nyanyian, permainan, dongeng, alam
sekitar dan sebagainya.
C.
NILAI PENDIDIKAN BERDASARKAN PANDANGAN KI HAJAR
DEWANTARA
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan salah satu
usaha pokok untuk memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup rakyat
yang berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur), tidak
hanya berupa “pemeliharaan” akan tetapi juga dengan maksud “memajukan” serta
“memperkembangkan” kebudayaan, menuju ke arah keseluruhan hidup kemanusiaan
(Dewantara, 2011: 344). Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan bangsa
sendiri mulai dari Taman Indria, anak-anak diajarkan membuat pekerjaan tangan,
misalnya: topi (makuto), wayang, bungkus ketupat, atau barang-barang hiasan
dengan bahan dari rumput atau lidi, bunga dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan
agar anak jangan sampai hidup terpisah dengan masyarakatnya (Dewantara, 2011:
276).
Nilai-nilai kebudayaan bukanlah nilai-nilai yang statis
tetapi juga mengalami kemajuan. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha
kemajuan ditempuh melalui petunjuk “Trikon”, yaitu : kontinyu dengan alam
masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara kontinyu kebudayaan harus
diestafetkan atau diberikan kepada generasi penerus secara terus-menerus.
Kemudian konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai-nilai budaya
dari luar dengan selektif dan adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam
universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai
kepribadian sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Indonesia adalah
kebudayaan yang maju tetapi tetap berkepribadian Indonesia (Dewantara, 1994:
371). Nilai-nilai budaya yang digunakan Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan
adalah nilai budaya yang ada sejak beliau dilahirkan, yaitu pada masa Adipati
Paku Alam III tahun 1889, jadi nilai-nilai budaya sekitar abad ke-18 dan 19.
Sedang filsafat pendidikan esensialisme didasarkan pada jaman Renaisans yang
muncul sekitar abad ke-15 dan 16.
D.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI PAUD BERDASARKAN
PANDANGAN HIDUP
Seorang pendidik harus
menyiapakan kelas untuk kegiatan pembelajaran dengan baik. Berikut model-model pembentukan
kelas:
1.Bentuk U
Kelebihan bentuk ini
setiap siswa dapat memperhatikan dan menyimak materi pembelajaran yang dibwakan
atau disampaikan oleh guru, seperti memutar film atau mendengarkan penjelasan
guru.
2.Bentuk Kelompok
Bentuk ini sangat baik
bila diterapkan untuk pembelajaran yang sifatnya diskusi atau menyelesaikan
masalah dengan cara pembagian kelompok. Kelebihan bentuk ini adalah peserta
didik dalam satu kelompok dapat saling berinteraksi lebih dekat dan dapat
memupuk rasa kerja sama.
3.Bentuk Melingkar
Bentuk ini memberikan
kedekatan antara siswa yang satu dengan yang lain. Bentuk kelas melingkar
sangat cocok digunakan dalam pembelajaran bercerita dan bernyanyi.
4.Bentuk Konferensi
Bentuk konferensi
merupakan pembentukan kelas seperti bentuk melingkar, akan tetapi bentuk ini di
tengah-tengahnya terdapat meja yang digunakan untuk menulis. Selain itu,
melingkarnya juga tidak sempurna karena harus menyesuaikan dengan bentuk meja
belajar.
5.Bentuk Klasikal
Bentuk klasikal adalah
pembentukan kelas secara tradisional yang bisa diterapkan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Bentuk kelas seperti ini bisa digunakan untuk jumlah siswa yang
sangat banyak sehingga perlu membutuhkan ruang yang cukup luas dan ditata
sedemikian rupa. Meskipun untuk pembelajaran kurang begitu efektif untuk
mengaktifkan peserta didik.
6.Bentuk Acak
Bentuk acak ialah
pembentukan kelas dengan cara tidak teratur. Artinya, peserta didik dapat
memilih dan menentukan duduknya masing-masing. Pembentukan kelas ini biasanya
digunakan pada siswa yang melakukan pembelajaran melalui bermain. Di mana anak
melakukan permainannya di situlah tempat ia melangsungkan pembelajaran, seperti
di taman, di halaman maupun ruang sekolah.
Setelah selesai
mempersiapkan dan membuat perencanaan pembelajaran, yang selanjutnya ialah
melaksanakan perencanaan tersebut dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran pendidikan anak usia dini dalam Kurikulum meliputi tiga hal utama
yaitu:
1.Pembukaan
·Pendidik menyampaikan
salam
·Mengenalkan diri jika
merupakan pertemuan awal guru mengajar
·Membacakan absensi
·Menjelaskan judul
atau topik matreri yang akan diajarkan
·Menjelaskan tujuan
pembelajaran umum maupun khusus
·Menyampaikan
deskripsi sajian yang berisi ruang lingkup meteri dan kegiatan belajar dan
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Membuka pembelajaran
adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran
untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannya
berpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan
memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.
2.Inti (pembentukan
kompetensi)
Kegiatan inti
merupakan proses pembentukan atau pencapaian kompetensi dalam pembelajaran.
Dalam rangka pembentukan kompetensi tersebut ada tiga kegiatan yang harus
dilakukan oleh seorang pendidik yaitu :
a.Eksplorasi
(penjelajahan), dalam kegiatan ini seorang pendidik harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
·Melibatkan peserta
didik mencari informasi yang luas sesuai dengan tema yang akan dipelajari
·Menggunakan beragam
pendekatan pembelajaran, media dan sumber belajar
·Memfasilitasi
terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
·Melibatkan peserta
didik secara aktif
·Memfasiliasi peserta
didik dalam melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b.Elaborasi
(pengerjaan dengan teliti)
·Membiasakan peserta
didik membaca dan menulis yang beragam
·Memfasilitasi peseta
didik melalui pemberian tugas, diskusi dan sebagainya
·Memberi kesempatan
untuk berfikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa
takut.
·Memfasilitasi peserta
didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dan lain-lain
c.Konfirmasi
(penguatan/penjelasan)
·Memberikan umpan
balik positif
·Memberikan informasi
terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
·Memfasilitasi peserta
didik melakukan refleksi
·Memfasilitasi peserta
didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
·Berfungsi sebagai
narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik
·Membantu
menyelesaikan masalah
·Memberikan motivasi
kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3.Penutup
Penutup merupakan
kegiatan terakhir dalam proses pembelajaran di kelas. Pada tahap ini guru dapat
mengakhiri pertemuan pembelajaran dengan memberikan suatu kesimpulan terkait
materi kompetensi yang disampaikan.kemusian barulah diakhiri dengan doa dan
salam.
BAB III
PENUTUP
pendidikan Ki Hadjar Dewantara disebut
filsafat pendidikan among yang di dalamnya merupakan konvergensi dari filsafat
progresivisme tentang kemampuan kodrati anak didik untuk mengatasi
persoalan-persoalan yang dihadapi dengan memberikan kebebasan berpikir
seluas-luasnya. Di samping itu digunakan kebudayaan yang sudah teruji oleh
waktu, menurut esensialisme, sebagai dasar pendidikan anak untuk pencapaian
tujuannya. Khusus mengenai kebebasan berpikir, menurut Ki Hadjar Dewantara,
bila membahayakan anak didik berbuat salah maka akan diambil alih pamongnya
(Tutwuri Handayani). Selain itu Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan asli
Indonesia, sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif adaptatif
sesuai dengan teori trikon (kontinyuitas, konvergen dan konsentris).
Pendidikan harus mengutamakan azas kebermanfaatan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang terdapat di pendidikan seharusnya dapat
dipraktekkan dalam kehidupan nyata, dengan cara diamalkan dan diperaktekkan.
Tidak hanya mempelajari teori tanpa amalan.
DAFTAR PUSTAKA
https://m.liputan6.com/hot/read/4350679/biografi-ki-hajar-dewantara-singkat-gambarkan-kiprahnya-di-dunia-jurnalistik
(diakses pada tanggal 26 November 2021)
https://media.neliti.com/media/publications/85340-ID-filsafat-pendidikan-ki-hadjar-dewantara.pdf (diakses pada tanggal 26 November 2021)
Fadillah,
Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoritik & Praktik.
Jogjakarta: Ar.Ruzz Media.
Dewantara,
Ki Hadjar, 1994, Kebudayaan, Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta.
https://www.kompasiana.com/harlinadwirahmasari/54f740eba33311c70e8b4669/proses-pembelajaran-anak-usia-dini
(diakses pada tanggal 26 November 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar